[cerpen] Pak Maman

Belajar bikin cerpen, menjadi sutradara hayalan sesaat.
Pak Maman adalah cerpen perdana saya, tercipta demi pemenuhan tugas Apresiasi Sastra yang saya ambil di semester ini. Awalnya sih bukan mau buat yang ini, tapi entah kenapa tiba-tiba jari mengetikkan ke arah sini. Di simpan untuk yang berikutnya aja deh.. hohooo..
Mungkin beberapa minggu ke depan sampai uas bakal sering disuruh bikin cerpen..gyaaaa.. (rock)(gym)

Pak Maman

Sebut saja namanya Pak Maman . Baru saja ia  terbangun dari lelap tidur. Sudah subuh, pikirnya. Dengan mata yang masih terbuka sipit, iapun beranjak dari tempat tidur kecil yang ditopang empat kaki penahan terbuat dari kayu, meraba dalam remang kamar, hanya secercah sinar cahaya lampu dari luar menjadi penerang. Iapun melangkahkan kaki menuju saklar lampu kamar dan menghidupkan lampu. Seketika kamar menjadi terang.

Dengan sekejap Pak Maman memejamkan mata, menyesuaikan perubahan gelap ke terang. Perlahan demi perlahan, mata kembali dibuka, kali ini dia dapat melihat dengan normal.

Pak Maman keluar dari kamar menuju keluar rumah.  Ia menggulung celana panjangnya hingga setinggi lutut, dan membasuh wajahnya. Kulit wajah tebalnya tampak terbiasa dengan dinginnya air subuh.

“Sudah segar”, gumamnya. Ia pun kembali ke kamar.Matanya tertuju pada tumpuan buku pada rak papan yang melekat ke dinding rumah. Di ambilnya satu kitab dari tumpukan itu dan mulai membacakan doa.  Dia mengucap syukur atas  hari baru, atas malam yang terlalui dengan istirahat,  atas udara,bahkan atas suara kokok ayam jago yang menandakan fajar akan datang.  Kemudian dia membaca kitab dan merenungkan bagian yang dibacanya dengan penuh hati-hati. Sesekali ia membolak-balik kitab dan menorehkan beberapa kalimat di atas buku tulis khusus.

Tiba-tiba Pak Maman diam tertegun. Pikirannya menerawang dua tahun silam, balik ke masa lalu. Memori dalam pikirannya berkecambuk. Perih kembali menyayati hatinya, seakan diiris-iris begitu saja.

“Bapak, saya mau di bawain mainan ya, mobil-mobilan yang kayak punya Cecep” (Cecep adalah anak tetangga, teman sepermainan anaknya)

“Iya, ntar bapak beliin buat kamu. Besok Bapak  berangkatnya pagi-pagi , mungkin ga bisa pamitan,kamu kan bangunnya lama.” (dikecupnya kening sang anak, entah rasa apa yang merasuki, rasanya ingin sekali Pak Maman menghabiskan waktu bersama anaknya sebelum dia berangkat ke luar kota).

Sudah menjadi rutinitas bulanan Pak Maman pergi ke luar kota, berbelanja stok buat warungnya. Maklum Pak Maman dan keluarganya tinggal di sekitar pantai. Hanya sedikit supplier yang  datang menitipkan barang ke warung Pak Maman, selebihnya Pak Maman harus berangkat ke kota berbelanja barang kebutuhan warga desanya.

“Daah, bapak, jangan lupa, Pak!” seru sang anak terbangun karena mendengar suara mesin mobil yang dipanaskan.

“Iya, iya. Tumben bisa bangun sepagi ini. Bapak berangkat dulu ya. Jangan nakal-nakal, kasian tuh bibi yang jagain kamu”. (dipeluknya erat dan digendong sampai keluar rumah, seakan sangat tidak ingin berpisah).

Pak Maman sangat sayang kepada anaknya satu-satunya yang tak lagi beribu semenjak dia dilahirkan. Ya, ibunya dipanggil Sang Kuasa beberapa saat setelah melahirkannya.

Suara dengungan mobil pick-up lama kelamaan reda seiring mobil yang semakin mengecil hingga tak terlihat lagi oleh mata. Langit kala itu agak mendung, angin pantai sangat kencang tampak tak bersahabat. Hingga beberapa jam kemudian, segulung ombak menerpa pohon-pohon di pesisir pantai. Bumi bergoncang disahut oleh gulungan ombak yang semakin besar hingga menyiram rumah penduduk. Angin kencang seakan mengamuk merobohkan beberapa rumah penduduk yang rapuh. Alam tampak marah. Gempa terjadi di laut,tsunami.

“Ah..” desah Pak Maman yang terhenyak kembali dari kilasan masa lalu.

“Tuhan, sekiranya boleh, aku ingin bertemu dengan anakku lagi” gumamnya serasa ingin menumpahkan air mata.

Ku tak membawa suatu apapun ke dunia ini, Engkau yang memberi,  Engkau yang mengambil, ajarku tetap memuji namaMu dalam stiap keadaan, sekalipun kurasa sangat berat, namun jika Engkau memegang tanganku, aku pasti kuat.

Kalimat ini dituliskan Pak Maman di buku tulis khususnya sembari menutup perenungannya pagi itu.

Sinar sang fajar telah menembus lewat celah-celah jendela rumah. Disongsongnya hari itu dengan senyuman.

—-

Bandung, 4 Nov 09

5 thoughts on “[cerpen] Pak Maman

  1. ho… bagus – bagus.. meski aq merasa alurnya sedikit cepat.. padahal aq ingin lebih membaca tentang apa yang terjadi di masa lalunya XD.
    biasanya orang klo lagi flashback dalam keadaan gtu lama, coba di panjangin flash backnya :p

  2. hoo. bagus mel.
    *baru baca.
    singkat, padat, jelas.
    singkat ceritanya, padat isinya, jelas pesannya.
    hehee.
    semangat!!
    Gbu

Leave a reply to arion Cancel reply